• Skip to main content
  • Skip to secondary menu
  • Skip to primary sidebar
  • Home
  • Kebijakan Privasi
  • Ketentuan Layanan
  • Kontak

Talde Brooklyn

Media Informasi Indonesia Terkini

  • Indonesia
    • Tari
    • Suku
    • Kerajaan
    • Rumah Adat
    • Pendidikan
    • Resep
  • Agribisnis
  • Flora
  • Tanaman

Puisi Ws Rendra

puisi ws rendra

Puisi ws rendra alias Si Burung Merak memang terkenal dengan kekuatan kata-katanya. Belum lagi maknanya yang dalam, bahkan terkesan berani dalam menyampaikan kritik. Temanya pun luas, mulai dari tentang cinta, pendidikan, bahkan sampai isu sosial dan religi. Penasaran? Yuk simak bareng-bareng!

Daftar Isi

  • 1. Pesan Pencopet Kepada Pacarnya
  • 2. Kenangan dan Kesepian
  • 3. Kangen
  • 4. Sajak Anak Muda
  • 5. Maskumambang
  • 6. Nyanyian Angsa
  • 7. Jangan Takut Ibu
  • 8. Sajak Sebatang Lisong
  • 9. Orang – Orang Miskin
  • 10. Gugur
  • 11. Doa
  • 12. Permintaan
  • 13. Hai, Ma!
  • 14. Sajak Seonggok Jagung
  • 15. Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang
  • 16. Hidup Itu Seperti UAP
  • 17. Sajak Pertemuan Mahasiswa
  • 18. Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu
  • 19. Kupanggil Namamu
  • 20. Untuk Mamaku Tercinta

1. Pesan Pencopet Kepada Pacarnya

Pesan Pencopet Kepada Pacarnya

Sitti,

kini aku makin ngerti keadaanmu

Tak ‘kan lagi aku membujukmu

untuk nikah padaku

dan lari dari lelaki yang miaramu

Nasibmu sudah lumayan

Dari babu dari selir kepala jawatan

Apalagi?

Nikah padaku merusak keberuntungan

Masa depanku terang repot

Sebagai copet nasibku untung-untungan

Ini bukan ngesah

Tapi aku memang bukan bapak yang baik

untuk bayi yang lagi kau kandung

Cintamu padaku tak pernah kusangsikan

Tapi cinta cuma nomor dua

Nomor satu carilah keslametan

Hati kita mesti ikhlas

berjuang untuk masa depan anakmu

Janganlah tangguh-tangguh menipu lelakimu

Kuraslah hartanya

Supaya hidupmu nanti sentosa

Sebagai kepala jawatan lelakimu normal

suka disogok dan suka korupsi

Bila ia ganti kau tipu

itu sudah jamaknya

Maling menipu maling itu biasa

Lagi pula

di masyarakat maling kehormatan cuma gincu

Yang utama kelicinan

Nomor dua keberanian

Nomor tiga keuletan

Nomor empat ketegasan, biarpun dalam berdusta

Inilah ilmu hidup masyarakat maling

Jadi janganlah ragu-ragu

Rakyat kecil tak bisa ngalah melulu

Usahakan selalu menanjak kedudukanmu

Usahakan kenal satu menteri

dan usahakan jadi selirnya

Sambil jadi selir menteri

tetaplah jadi selir lelaki yang lama

Kalau ia menolak kau rangkap

sebagaimana ia telah merangkapmu dengan isterinya

itu berarti ia tak tahu diri

Lalu depak saja dia

Jangan kecil hati lantaran kurang pendidikan

asal kau bernafsu dan susumu tetap baik bentuknya

Ini selalu menarik seorang menteri

Ngomongmu ngawur tak jadi apa

asal bersemangat, tegas, dan penuh keyakinan

Kerna begitulah cermin seorang menteri

Akhirnya aku berharap untuk anakmu nanti

Siang malam jagalah ia

Kemungkinan besar dia lelaki

Ajarlah berkelahi

dan jangan boleh ragu-ragu memukul dari belakang

Jangan boleh menilai orang dari wataknya

Sebab hanya ada dua nilai: kawan atau lawan

Kawan bisa baik sementara

Sedang lawan selamanya jahat nilainya

Ia harus diganyang sampai sirna

Inilah hakikat ilmu selamat

Ajarlah anakmu mencapai kedudukan tinggi

Jangan boleh ia nanti jadi propesor atau guru

itu celaka, uangnya tak ada

Kalau bisa ia nanti jadi polisi atau tentara

supaya tak usah beli beras

kerna dapat dari negara

Dan dengan pakaian seragam

dinas atau tak dinas

haknya selalu utama

Bila ia nanti fasih merayu seperti kamu

dan wataknya licik seperti saya–nah!

Ini kombinasi sempurna

Artinya ia berbakat masuk politik

Siapa tahu ia bakal jadi anggota parlemen

Atau bahkan jadi menteri

Paling tidak hidupnya bakal sukses di Jakarta

W.S. Rendra memang terkenal dengan bahasanya yang ceplas ceplos dalam berbicara melalui puisi. Kamu nggak perlu menjadi orang yang puitis untuk paham, apa maksud dari puisi beliau satu ini.

Dengan blak-blakan, puisi ws rendra diatas menyindir kehidupan para penguasa dan pemimpin di negara kita, Indonesia. Walaupun ditulis dalam baris yang padat dan panjang, membaca puisi beliau rasanya cukup mudah

karena bahasanya yang simpel dan membuat penasaran sampai akhir kalimatnya.

2. Kenangan dan Kesepian

Kenangan dan Kesepian

Rumah tua

dan pagar batu.

Langit di desa

sawah dan bambu.

Berkenalan dengan sepi

pada kejemuan disandarkan dirinya.

Jalanan berdebu tak berhati

lewat nasib menatapnya.

Cinta yang datang

burung tak tergenggam.

Batang baja waktu lengang

dari belakang menikam.

Rumah tua

dan pagar batu.

Kenangan lama

dan sepi yang syahdu.

Puisi ws rendra satu ini bercerita tentang kesepian tokoh utama. Diksi “cinta yang datang” dan “burung tak tergenggam” menggambarkan keadaan tokoh dalam puisi yang ditinggalkan oleh orang yang disayanginya. Itulah alasan tokoh utama merasa murung, sedih, dan sepi.

3. Kangen

Kangen kamu

Kamu tak akan mengerti bagaimana kesepianku

menghadapi kemerdekaan tanpa cinta

kau tak akan mengerti segala lukaku

karena cinta telah sembunyikan pisaunya.

Membayangkan wajahmu adalah siksa.

Kesepian adalah ketakutan dalam kelumpuhan.

Engkau telah menjadi racun bagi darahku.

Apabila aku dalam kangen dan sepi

itulah berarti aku tungku tanpa api.

Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta membawa puisi dengan judul Kangen ini menjadi salah satu puisi cinta yang menarik perhatian generasi milenial, disaat popularitas puisi mulai meredup.

Puisi yang menggambarkan kerinduan ini memang sangat pas dengan cerita yang dibawakan dalam film berdusasi 2 jam 20 menit tersebut. Dalam film, puisi ini dibacakan oleh tokoh Rosid yang memiliki perasaan pada Delia, namun terganjal restu agama.

Bercerita tentang sakitnya merindukan orang yang tidak bisa dimiliki, puisi ws rendra satu ini memang bikin hati tersayat-sayat saking sedihnya. Buat kamu yang punya pengalaman yang sama dengan puisi ini, pasti deh, bakalan jadi mellow membacanya.

4. Sajak Anak Muda

Sajak Anak Muda indonesia

Kita adalah angkatan gagap

yang diperanakkan oleh angkatan takabur.

Kita kurang pendidikan resmi

di dalam hal keadilan,

karena tidak diajarkan berpolitik,

dan tidak diajar dasar ilmu hukum.

Kita melihat kabur pribadi orang,

karena tidak diajarkan kebatinan atau ilmu jiwa.

Kita tidak mengerti uraian pikiran lurus,

karena tidak diajar filsafat atau logika.

Apakah kita tidak dimaksud

untuk mengerti itu semua?

Apakah kita hanya dipersiapkan

untuk menjadi alat saja?

Inilah gambaran rata-rata

pemuda tamatan SLA,

pemuda menjelang dewasa.

Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan.

Bukan pertukaran pikiran.

Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan,

dan bukan ilmu latihan menguraikan.

Dasar keadilan di dalam pergaulan.

serta pengetahuan akan kelakuan manusia,

sebagai kelompok atau sebagai pribadi,

tidak dianggap sebagai ilmu yang perlu dikaji dan diuji.

Kenyataan di dunia menjadi remang-remang.

Gejala-gejala yang muncul lalu lalang,

tidak bisa kita hubung-hubungkan.

Kita marah pada diri sendiri.

Kita sebal terhadap masa depan.

Lalu akhirnya,

menikmati masa bodoh dan santai.

Di dalam kegagapan,

kita hanya bisa membeli dan memakai,

tanpa bisa mencipta.

Kita tidak bisa memimpin,

tetapi hanya bisa berkuasa,

persis seperti bapak-bapak kita.

Pendidikan negeri ini berkiblat ke Barat.

Di sana anak-anak memang disiapkan

untuk menjadi alat dari industri.

Dan industri mereka berjalan tanpa henti.

Tetapi kita dipersiapkan menjadi alat apa?

Kita hanya menjadi alat birokrasi!

Dan birokrasi menjadi berlebihan

tanpa kegunaan –

menjadi benalu di dahan.

Gelap. Pandanganku gelap.

Pendidikan tidak memberikan pencerahan.

Latihan-latihan tidak memberi pekerjaan.

Gelap. Keluh kesahku gelap.

Orang yang hidup di dalam pengangguran.

Apakah yang terjadi di sekitarku ini?

Karena tidak bisa kita tafsirkan,

lebih enak kita lari ke dalam puisi ganja.

Apakah artinya tanda-tanda yang rumit ini?

Apakah ini? Apakah ini?

Ah, di dalam kemabukan,

wajah berdarah

akan terlihat sebagai bulan.

Mengapa harus kita terima hidup begini?

Seseorang berhak diberi ijasah dokter,

dianggap sebagai orang terpelajar,

tanpa diuji pengetahuannya akan keadilan.

Dan bila ada tirani merajalela,

ia diam tidak bicara,

kerjanya cuma menyuntik saja.

Bagaimana? Apakah kita akan terus diam saja?

Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum

dianggap sebagai bendera-bendera upacara,

sementar hukum dikhianati berulang kali.

Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi

dianggap bunga plastik,

sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi.

Kita berada di dalam pusaran tata warna

yang ajaib dan tak terbaca.

Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.

Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.

Dan bila luput,

kita memukul dan mencakar

ke arah udara.

Kita adalah angkatan gagap.

Yang diperanakkan oleh angkatan kurang ajar.

Daya hidup telah diganti oleh nafsu.

Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.

Kita adalah angkatan yang berbahaya.

Sajak Anak Muda merupakan bentuk kritik keras W.S. Rendra tentang pendidikan di tanah air. Menurutnya,

pendidikan di negara kita lebih mengarah hanya dalam bidang akademik, namun melupakan pendidikan karakter, seperti kejujuran, keadilan, kepedulian dan kepemimpinan.

Puisi ws rendra satu ini sepertinya harus dipahami lagi oleh pemangku kebijakan seperti Mas Menteri kita, Nadiem Makariem.Soalnya, walaupun puisi ini bukan puisi terbaruW.S. Rendra, tapi pesannya tetap relevandengan masa sekarang.

5. Maskumambang

Maskumambang

Kabut fajar menyusup dengan perlahan

bunga Bintaro berguguran di halaman perpustakaan

di tepi kolam, di dekat rumpun keladi

aku duduk diatas batu melelehkan airmata

Cucu-cucuku

zaman macam apa,

peradaban macam apa

yang akan kami wariskan kepada kalian.

Jiwaku menyanyikan lagu maskumambang

kami adalah angkatan pongah

besar pasak dari tiang.

kami tidak mampu membuat rencana menghadapi masa depan,

karena kami tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa lalu

dan tidak menguasai ilmu untuk membaca tata buku masa kini

maka rencana masa depan hanyalah spekulasi, keinginan, dan angan-angan

Cucu-cucuku

negara terlanda gelombang zaman edan

cita-cita kebajikan terhempas batu

lesu dipangku batu

tetapi aku keras bertahan

mendekap akal sehat dan suara jiwa

biarpun tercampak diselokan zaman

Bangsa kita kini

seperti dadu terperangkap dalam kaleng hutang

yang dikocok-kocok oleh bangsa adi kuasa

tanpa kita bisa melawannya

semuanya terjadi atas nama pembangunan

yang mencontoh tatanan pembangunan di zaman penjajahan

Tatanan kenegaraan dan tatanan hukum

juga mencontoh tatanan penjajahan

menyebabkan rakyat dan hukum hadir tanpa kedaulatan

Yang sah berdaulat hanya pemerintah dan partai politik

o comberan peradaban,

o martabat bangsa yang kini compang-camping

negara gaduh, bangsa rapuh

Kekuasaan kekerasan meraja lela

Pasar dibakar, kampung dibakar,

gubuk-gubuk gelandangan dibongkar

tanpa ada gantinya

semua atas nama tahayul pembangunan.

restoran dibakar, toko dibakar, gereja dibakar,

atas nama semangat agama yang berkobar

Apabila agama menjadi lencana politik

maka erosi agama pasti terjadi

karena politik tidak punya kepala,

tidak punya telinga, tidak punya hati,

politik hanya mengenal kalah dan menang

kawan dan lawan,

peradaban yang dangkal

Meskipun hidup berbangsa perlu politik,

tetapi politik

tidak boleh menjamah kemerdekaan iman dan akal

didalam daulat manusia

namun daulat manusia

dalam kewajaran hidup bersama di dunia

harus menjaga daulat hukum alam,

daulat hukum masyarakat

dan daulat hukum akal sehat

Matahari yang merayap naik dari ufuk timur

telah melampaui pohon dinding

udara yang ramah menyapa tubuhku

menyebarkan bau bawang yang digoreng di dapur

berdengung sepasang kumbang yang bersenggama

Unik ya, judul puisinya. Usut punya usut, Maskumambang ternyata adalah sejenis tembang yang mengungkapkan perasaan sedih, cemas, dan tidak berdaya dalam menghadapi kehidupan. Judul yang menarik, tidak kalah dengan isi puisi yang super eksentrik.

Kecemasan tentang kehidupan dalam negara kita, itulah kira-kira pesan yang mau disampaikan dalam karyaSi Burung Merak kali ini. Buat kamu yang gampang gusar, pasti akan dengan gampang merasakan kegelisahan W.S.

Rendra dalam puisi tersebut. Bikin pusing pikiran, hati, dan perasaan.

6. Nyanyian Angsa

Nyanyian Angsa putih

Majikan rumah pelacuran berkata kepadanya:

“Sudah dua minggu kamu berbaring.

Sakitmu makin menjadi.

Kamu tak lagi hasilkan uang.

Malahan padaku kamu berutang.

Ini biaya melulu.

Aku tak kuat lagi.

Hari ini kamu mesti pergi.”

(Malaikat penjaga firdaus

wajahnya tegas dan dengki

dengan pedang yang menyala

menuding kepadaku.

Maka darahku terus beku.

Maria Zaitun namaku.

Pelacur yang sengsara.

Kurang cantik dan agak tua).

Jam dua belas siang hari.

Matahari terik di tengah langit.

Tak ada angin. Tak ada mega.

Maria Zaitun keluar rumah pelacuran.

Tanpa koper.

Tak ada lagi miliknya.

Teman-temannya membuang muka.

Sempoyongan ia berjalan.

Badannya demam.

Sipilis membakar tubuhnya.

Penuh borok di kelangkang

di leher, di ketiak, dan di susunya.

Matanya merah. Bibirnya kering. Gusinya berdarah.

Sakit jantungnya kambuh pula.

Ia pergi kepada dokter.

Banyak pasien lebih dulu menunggu.

Ia duduk di antara mereka.

Tiba-tiba orang-orang menyingkir dan menutup hidung

mereka.

Ia meledak marah

tapi buru-buru juru rawat menariknya.

Ia diberi giliran lebih dulu

dan tak ada orang memprotesnya.

“Maria Zaitun,

utangmu sudah banyak padaku,” kata dokter.

“Ya,” jawabnya.

“Sekarang uangmu berapa?”

“Tak ada.”

Dokter geleng kepala dan menyuruhnya telanjang.

Ia kesakitan waktu membuka baju

sebab bajunya lekat di borok ketiaknya.

“Cukup,” kata dokter.

Dan ia tak jadi memeriksa.

Lalu ia berbisik kepada juru rawat:

“Kasih ia injeksi vitamin C.”

Dengan kaget juru rawat berbisik kembali:

“Vitamin C?

Dokter, paling tidak ia perlu Salvarzan.”

“Untuk apa?

Ia tak bisa bayar.

Dan lagi sudah jelas ia hampir mati.

Kenapa mesti dikasih obat mahal

yang diimpor dari luar negeri?

(Malaikat penjaga firdaus

wajahnya iri dan dengki

dengan pedang yang menyala

menuding kepalaku.

Aku gemetar ketakutan.

Hilang rasa. Hilang pikirku.

Maria Zaitun namaku.

Pelacur yang takut dan celaka).

Jam satu siang.

Matahari masih di puncak.

Maria Zaitun berjalan tanpa sepatu.

Dan aspal jalan yang jelek mutunya

lumer di bawah kakinya.

Ia berjalan menuju gereja.

Pintu gereja telah dikunci.

Kerna khawatir akan pencuri.

Ia menuju pastoran dan menekan bel pintu.

Koster keluar dan berkata:

“Kamu mau apa?

Pastor sedang makan siang.

Dan ini bukan jam bicara.”

“Maaf. Saya sakit. Ini perlu.”

Koster meneliti tubuhnya yang kotor dan berbau.

Lalu berkata:

“Asal tinggal di luar, kamu boleh tunggu.

Aku lihat apa pastor mau terima kamu.”

Lalu koster pergi menutup pintu.

Ia menunggu sambil belingsatan kepanasan.

Ada satu jam baru pastor datang kepadanya.

Setelah mengorek sisa makanan dari giginya

ia nyalakan cerutu, lalu bertanya:

“Kamu perlu apa?”

Bau anggur dari mulutnya.

Selopnya dari kulit buaya.

Maria Zaitun menjawabnya:

“Mau mengaku dosa.”

“Tapi ini bukan jam bicara.

Ini waktu saya untuk berdoa.”

“Saya mau mati.”

“Kamu sakit?”

“Ya. Saya kena rajasinga.”

Mendengar ini pastor mundur dua tindak.

Mukanya mungkret.

Akhirnya agak keder ia kembali bersuara:

“Apa kamu-mm-kupu-kupu malam?”

“Saya pelacur. Ya.”

“Santo Petrus! Tapi kamu Katolik!”

“Ya.”

“Santo Petrus!”

Tiga detik tanpa suara.

Matahari terus menyala.

Lalu pastor kembali bersuara:

“Kamu telah tergoda dosa.”

“Tidak tergoda. Tapi melulu berdosa.”

“Kamu telah terbujuk setan.”

“Tidak. Saya terdesak kemiskinan.

Dan gagal mencari kerja.”

“Santo Petrus!”

“Santo Petrus! Pater, dengarkan saya.

Saya tak butuh tahu asal-usul dosa saya.

Yang nyata hidup saya sudah gagal.

Jiwa saya kalut.

Dan saya mau mati.

Sekarang saya takut sekali.

Saya perlu Tuhan atau apa saja

untuk menemani saya.”

Dan muka pastor menjadi merah padam.

Ia menuding Maria Zaitun.

“Kamu galak seperti macan betina.

Barangkali kamu akan gila.

Tapi tak akan mati.

Kamu tak perlu pastor.

Kamu perlu dokter jiwa.”

(Malaikat penjaga firdaus

wajahnya sombong dan dengki

dengan pedang yang menyala

menuding kepalaku.

Aku lesu tak berdaya.

Tak bisa nangis. Tak bisa bersuara.

Maria Zaitun namaku.

Pelacur yang lapar dan dahaga).

Jam tiga siang.

Matahari terus menyala.

Dan angin tetap tak ada.

Maria Zaitun bersijingkat

di atas jalan yang terbakar.

Tiba-tiba ketika nyeberang jalan

ia kepeleset kotoran anjing.

Ia tak jatuh

tapi darah keluar dari borok di kelangkangnya

dan meleleh ke kakinya.

Seperti sapi tengah melahirkan

ia berjalan sambil mengangkang.

Di dekat pasar ia berhenti.

Pandangnya berkunang-kunang.

Napasnya pendek-pendek. Ia merasa lapar

Orang-orang pergi menghindar.

Lalu ia berjalan ke belakang satu restoran.

Dari tong sampah ia kumpulkan sisa makanan.

Kemudian ia bungkus hati-hati

dengan daun pisang.

Lalu berjalan menuju luar kota.

(Malaikat penjaga firdaus

wajahnya dingin dan dengki

dengan pedang yang menyala

menuding kepalaku.

Yang Mulia, dengarkanlah aku.

Maria Zaitun namaku.

Pelacur lemah, gemetar ketakutan).

Jam empat siang.

Seperti siput ia berjalan.

Bungkusan sisa makanan masih di tangan

belum lagi dimakan.

Keringatnya bercucuran.

Rambutnya jadi tipis.

Mukanya kurus dan hijau

seperti jeruk yang kering.

Lalu jam lima.

Ia sampai di luar kota.

Jalan tak lagi beraspal

tapi debu melulu.

Ia memandang matahari

dan pelan berkata: “Bedebah.”

Sesudah berjalan satu kilo lagi

ia tinggalkan jalan raya

dan berbelok masuk sawah

berjalan di pematang.

(Malaikat penjaga firdaus

wajahnya tampan dan dengki

dengan pedang yang menyala

mengusirku pergi.

Dan dengan rasa jijik

ia tusukkan pedangnya perkasa

di antara kelangkanganku.

Dengarkan, Yang Mulia

Maria Zaitun namaku

Pelacur yang kalah.

Pelacur terhina).

Jam enam sore.

Maria Zaitun sampai ke kali.

Angin bertiup.

Matahari turun.

Hari pun senja.

Dengan lega ia rebah di pinggir kali.

Ia basuk kaki, tangan, dan mukanya.

Lalu ia makan pelan-pelan.

Baru sedikit ia berhenti.

Badannya masih lemas

tapa nafsu makannya tak ada lagi.

Lalu ia minum air kali.

(Malaikat penjaga firdaus

tak kau rasakan bahwa senja telah tiba

angin turun dari gunung

dan hari merebahkan badannya?

Malaikat penjaga firdaus

dengan tegas mengusirku.

Bagai patung ia berdiri.

Dan pedangnya menyala).

Jam tujuh. Dan malam tiba.

Serangga bersiuran.

Air kali terantuk batu-batu.

Pohon-pohon dan semak-semak di dua tepi kali

tampak tenang

dan mengilat di bawah sinar bulan

Maria Zaitun tak takut lagi.

Ia teringat masa kanak-kanak dan remajanya.

Mandi di kali dengan ibunya.

Memanjat pohonan.

Dan memancing ikan dengan pacarnya.

Ia tak lagi merasa sepi.

Ia merasa bertemu sobat lama.

Tapi lalu ia pengin lebih jauh cerita

tentang hidupnya.

Lantaran itu ia sadar lagi kegagalan hidupnya.

Ia jadi berduka

Dan mengadu pada sobatnya

sembari menangis tersedu-sedu.
Ini tak baik buat penyakit jantungnya.

(Malaikat penjaga firdaus

wajahnya dingin dan dengki.

Ia tak mau mendengar jawabku.

Ia tak mau melihat mataku.

Sia-sia mencoba bicara padanya.

Dengan angkuh ia berdiri.

Dan pedangnya menyala).

Waktu.

Bulan.

Pohonan.

Kali.

Borok.

Sipilis.

Perempuan.

Bagai kaca

kali memantul cahaya gemilang.

Rumput ilalang berkilatan.

Seorang lelaki datang di seberang kali.

Ia berseru. “Maria Zaitun, engkaukah itu?”

“Ya,” jawab Maria Zaitun keheranan.

Lelaki itu menyeberang kali.

Ia tegap dan elok wajahnya.

Rambutnya ikal dan matanya lebar.

Maria Zaitun berdebar hatinya.

Ia seperti pernah kenal lelaki itu.

Entah di mana.

Yang terang tidak di ranjang.

Itu sayang. Sebab ia suka lelaki seperti dia.

“Jadi kita ketemu di sini,” kata lelaki itu.

Maria Zaitun tak tahu apa jawabnya.

Sedang sementara ia keheranan

lelaki itu membungkuk mencium mulutnya.

Ia merasa seperti minum air kelapa.

Belum pernah ia merasa ciuman seperti itu.

Lalu lelaki itu membuka kutangnya.

Ia tak berdaya dan memang suka.

Ia menyerah.

Dengan mata terpejam

ia merasa berlayar

ke samudra yang belum pernah dikenalnya.

Dan setelah selesai

ia berkata kasmaran:

“Semula kusangka hanya impian

bahwa hal ini bisa kualami.

Semula tak berani kuharapkan

bahwa lelaki tampan seperti kau

bakal lewat dalam hidupku.”

Dengan penuh penghargaan lelaki itu memandang

kepadanya.

Lalu tersenyum dengan hormat dan sabar.

“Siapa namamu?” Maria Zaitun bertanya.

“Mempelai,” jawabnya.

“Lihatlah. Engkau melucu.”

Dan sambil berkata begitu

Maria Zaitun menciumi seluruh tubuh lelaki itu.

Tiba-tiba ia berhenti.

Ia jumpai bekas-bekas luka di tubuh pahlawannya.

Di lambung kiri.

Di dua tapak tangan.

Di dua tapak kaki.

Maria Zaitun pelan berkata:

“Aku tahu siapa kamu.”

Lalu menebak lelaki itu dengan pandang matanya.

Lelaki itu menganggukkan kepala: “Betul. Ya.”

(Malaikat penjaga firdaus

wajahnya jahat dan dengki

dengan pedang yang menyala

tak bisa apa-apa.

Dengan kaku ia beku.

Tak berani lagi menuding padaku.

Aku tak takut lagi.

Sepi dan duka telah sirna.

Sambil menari kumasuki taman firdaus

dan kumakan apel sepuasku.

Maria Zaitun namaku.

Pelacur dan pengantin adalah saya).

Puisi Nyanyian Angsa memang punya cerita yang sangat menyentuh dan bertemakan religi. Bercerita tentang seorang pelacur bernama Maria Zaitun yang sakit sipilis dan penolakan orang-orang terhadapnya, kamu pasti bisa merasakan kesedihan dalam puisi tersebut.

Kalau kamu termasuk orang yang gampang menangis, bisa jadi puisi ini bakalan mengundang air mata kamu mengalir deras. Selain kesedihan yang diceritakan, ada kisah manis tentang pengampunan Tuhan diakhir puisinya, yang juga bikin pembaca pasti bakal tersedu-sedu.

Pesan moral yang bisa kita ambil dalam puisi ws rendra satu ini adalah, bahwa sehina apapun kita, Tuhan itu Maha penyanyang dan pengasih. Sementara, belum tentu orang yang kita anggap hebat ataupun religius, memiliki ketulusan dalam menolong sesama.Bijak banget ya.

7. Jangan Takut Ibu

Jangan Takut Ibu

Jangan Takut Ibu

Matahari musti terbit.

Matahari musti terbenam.

Melewati hari-hari yang fana

Ada kanker payudara, ada encok,

dan ada uban.

Ada Gubernur sarapan bangkai buruh pabrik,

Bupati mengunyah aspal,

Anak-anak sekolah dijadikan bonsai.

Jangan takut, Ibu !

Kita harus bertahan.

Karena ketakutan

meningkatkan penindasan.

Manusia musti lahir.

Manusia musti mati.

Di antara kelahiran dan kematian

bom atom di jatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki,

serdadu-serdadu Jepaang memenggal kepala patriot-patriot Asia,

Ku Klux Klan membakargereja orang Negro,

Teroris Amerika meledakkan bom di Oklahoma

Memanggang orangtua, ibu-ibu dan bayi-bayi,

di Miami turis Eropa dirampok dan dibunuh,

serdadu inggris membantai para pemuda di Irlandia,

orang Irlandia meledakkan bom di London yang tidak aman

Jangan takut, Ibu !

Jangan mau digertak

Jangan mau di ancam

Karena ketakutan

meningkatkan penjajahan

Sungai waktu

menghanyutkan keluh-kesah mimpi yang merangas.

Keringat bumi yang menyangga peradaban insan

menjadi uranium dan mercury.

Tetapi jangan takut, Ibu

Bulan bagai alis mata terbit di ulu hati

Rasi Bima Sakti berzikir di dahi

Aku cium tanganmu, Ibu !

Rahim dam susumu adalahpersemaian harapan

Kekuatan ajaib insan

Dari Zaman ke Zaman

Ibu yang dimaksud dalam puisi ws rendra diatas bukanlah ibunya, melainkan ibu pertiwi, Indonesia. Dalam puisinya, ia menceritakan tentang Indonesia dengan segala tantangan yang muncul dalam kehidupan bernegara, baik dari anak bangsa sendiri, maupun dari mancanegara.

Puisi ini mengajak kita untuk menyadari, bahwa peran kita sebagai anak bangsa adalah untuk merubah keadaan “normal” yang tidak wajar sekarang ini, menjadi lebih baik dan melakukan perombakan besar-besaran. Pastinya puisi ini cocok banget dibawakan dalam bentuk musikalisasi saat acara tujuh belasan.

8. Sajak Sebatang Lisong

Sajak Sebatang Lisong

Menghisap sebatang lisong

melihat Indonesia Raya,

mendengar 130 juta rakyat,

dan di langit

dua tiga cukong mengangkang,

berak di atas kepala mereka

Matahari terbit.

Fajar tiba.

Dan aku melihat delapan juta kanak-kanak

tanpa pendidikan.

Aku bertanya,

tetapi pertanyaan-pertanyaanku

membentur meja kekuasaan yang macet,

dan papantulis-papantulis para pendidik

yang terlepas dari persoalan kehidupan.

Delapan juta kanak-kanak

menghadapi satu jalan panjang,

tanpa pilihan,

tanpa pepohonan,

tanpa dangau persinggahan,

tanpa ada bayangan ujungnya.

Menghisap udara

yang disemprot deodorant,

aku melihat sarjana-sarjana menganggur

berpeluh di jalan raya;

aku melihat wanita bunting

antri uang pensiun.

Dan di langit;

para tekhnokrat berkata :

bahwa bangsa kita adalah malas,

bahwa bangsa mesti dibangun;

mesti di-up-grade

disesuaikan dengan teknologi yang diimpor

Gunung-gunung menjulang.

Langit pesta warna di dalam senjakala

Dan aku melihat

protes-protes yang terpendam,

terhimpit di bawah tilam.

Aku bertanya,

tetapi pertanyaanku

membentur jidat penyair-penyair salon,

yang bersajak tentang anggur dan rembulan,

sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya

dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan

termangu-mangu di kaki dewi kesenian.

Bunga-bunga bangsa tahun depan

berkunang-kunang pandang matanya,

di bawah iklan berlampu neon,

Berjuta-juta harapan ibu dan bapak

menjadi gemalau suara yang kacau,

menjadi karang di bawah muka samodra.

Kita harus berhenti membeli rumus-rumus asing.

Diktat-diktat hanya boleh memberi metode,

tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan.

Kita mesti keluar ke jalan raya,

keluar ke desa-desa,

mencatat sendiri semua gejala,

dan menghayati persoalan yang nyata.

Inilah sajakku

Pamplet masa darurat.

Apakah artinya kesenian,

bila terpisah dari derita lingkungan.

Apakah artinya berpikir,

bila terpisah dari masalah kehidupan.

Isu sosial memang seringmenjadi tema yang diangkat dalam puisi W.S. Rendra. Bercerita tentang perjuangan hidup rakyat kecil dan kesejangannya dengan kehidupan pengusaha dan penguasa, puisi ini memang berkesan nyinyir dan pedas dalam meyindir.

W.S.Rendra tahu betul, bahwa seni juga bisa jadi ajang mengkampanyekan isu sosial. Kamu bisa menemukan makna ini dalam puisi diatas, pada kalimat “Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan”.

Melalui puisi ini, W.S. Rendra mengajak kita peduli, dengan cara apapun yang kita bisa, seperti halnya ia dan seni. Pesan yang “ngena” banget pastinya.

9. Orang – Orang Miskin

Orang – Orang Miskin

Orang-orang miskin di jalan,

yang tinggal di dalam selokan,

yang kalah di dalam pergulatan,

yang diledek oleh impian,

janganlah mereka ditinggalkan.

Angin membawa bau baju mereka.

Rambut mereka melekat di bulan purnama.

Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,

mengandung buah jalan raya.

Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.

Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.

Tak bisa kamu abaikan.

Bila kamu remehkan mereka,

di jalan kamu akan diburu bayangan.

Tidurmu akan penuh igauan,

dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.

Jangan kamu bilang negara ini kaya

karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.

Jangan kamu bilang dirimu kaya

bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.

Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.

Dan perlu diusulkan

agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.

Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.

Orang-orang miskin di jalan

masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya

menyuapi putra-putramu.

Tangan-tangan kotor dari jalanan

meraba-raba kaca jendelamu.

Mereka tak bisa kamu biarkan.

Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.

Mereka akan menjadi pertanyaan

yang mencegat ideologimu.

Gigi mereka yang kuning

akan meringis di muka agamamu.

Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap

akan hinggap di gorden presidenan

dan buku programma gedung kesenian.

Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,

bagai udara panas yang selalu ada,

bagai gerimis yang selalu membayang.

Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau

tertuju ke dada kita,

atau ke dada mereka sendiri.

O, kenangkanlah :

orang-orang miskin

juga berasal dari kemah Ibrahim

Bisa kamu rasakan kan, adanya kemarahan dalam tiap baris puisi ws rendra diatas? Dengan lantang beliau berbicara tentang perlunya kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat kecil. Disini, ia menyuarakan tentang kewajiban pemerintah dan pemegang kebijakan agar peduli pada rakyat kecil.

Tapi bukan cuma pemerintah yang ia kritik, melainkan juga kita semua, sebagai warga negara. Sudahkah kita peduli? Pernahkah kita memikirkan nasib mereka? Atau kita cuma punya ideologi dan beragama untuk diri sendiri, tanpa aplikasi pada sesama? Nusuk banget ya kata-katanya.

10. Gugur

Gugur

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Tiada kuasa lagi menegak

Telah ia lepaskan dengan gemilang

pelor terakhir dari bedilnya

Ke dada musuh yang merebut kotanya

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Ia sudah tua

luka-luka di badannya

Bagai harimau tua

susah payah maut menjeratnya

Matanya bagai saga

menatap musuh pergi dari kotanya

Sesudah pertempuran yang gemilang itu

lima pemuda mengangkatnya

di antaranya anaknya

Ia menolak

dan tetap merangkak

menuju kota kesayangannya

Ia merangkak

di atas bumi yang dicintainya

Belumlagi selusin tindak

mautpun menghadangnya.

Ketika anaknya memegang tangannya

ia berkata :

” Yang berasal dari tanah

kembali rebah pada tanah.

Dan aku pun berasal dari tanah

tanah Ambarawa yang kucinta

Kita bukanlah anak jadah

Kerna kita punya bumi kecintaan.

Bumi yang menyusui kita

dengan mata airnya.

Bumi kita adalah tempat pautan yang sah.

Bumi kita adalah kehormatan.

Bumi kita adalah juwa dari jiwa.

Ia adalah bumi nenek moyang.

Ia adalah bumi waris yang sekarang.

Ia adalah bumi waris yang akan datang.”

Hari pun berangkat malam

Bumi berpeluh dan terbakar

Kerna api menyala di kota Ambarawa

Orang tua itu kembali berkata :

“Lihatlah, hari telah fajar !

Wahai bumi yang indah,

kita akan berpelukan buat selama-lamanya !

Nanti sekali waktu

seorang cucuku

akan menacapkan bajak

di bumi tempatku berkubur

kemudian akan ditanamnya benih

dan tumbuh dengan subur

Maka ia pun berkata :

“Alangkah gemburnya tanah di sini!”

Hari pun lengkap malam

ketika menutup matanya

Melakukan analisis pada puisi W.S Rendra memang nggak selalu sulit. Dengan ba-bi-bu saja beliau menyampaikan ide yang mau dikeluarkan dari kepala, tanpa banyak menggunakan kiasan. Seperti pada puisi Gugur diatas, kamu pasti paham bahwa W.S Rendra sedang bercerita tentang perjuangan.

Dalam puisi diatas, diceritakan tentang seorang pahlawan yang turun ke medan perang hingga akhirnya nyaris mati. Ia punya harapan yang besar, bahwa kemerdekaan dan kebebasan akan jadi bagian penerus bangsa. Disajikan seperti cerita, puisi tersebut tentunya bisa menyentuh hati semua pembacanya.

11. Doa

Doa

Allah menatap hati.

Manusia menatap raga.

Hamba bersujud kepada-Mu, ya Allah!

Karena hidupku, karena matiku.

Allah Yang Maha Benar.

Hamba mohon karunia dari kebenaran

yang telah paduka sebarkan.

Jauhkanlah hamba dari hal-hal buruk menurut paduka

dan dengan begitu akan buruk pula bagi hamba.

Dekatkanlah hamba kepada hal-hal baik menurut paduka

dan dengan begitu akan baik pula bagi hamba.

Ya, Allah, ampunilah dosa-dosa hamba

supaya bersih jiwa hamba.

Sehingga dengan begitu mata hamba

bisa melihat cahaya-Mu.

Telinga hamba bisa mendengar bisikan-Mu.

Dan nafas-Mu membimbing kelakuanku.

Amin, ya robbal alamin.

Bukan cuma Chairil Anwar yang menulis puisi dengan judul Doa, W.S. Rendra juga loh ternyata. Ditulis dalam buku kumpulanpuisinya , Doa Untuk Anak Cucu, puisi ini merupakan bentuk sebuah doa yang dituliskan dalam riba dan larik puisi.

Dalam puisinya, W.S Rendra memohon pengampunan, rahmat, dan perlindungan Tuhan dalam nafas islami. Cantik dan puitis, puisi ini juga bisa kok kamu jadikan doa pribadi kamu setelah sholat.

12. Permintaan

Permintaan

Wahai, rembulan yang pudar

jenguklah jendela kekasihku!

Ia tidur sendirian,

hanya berteman hatinya yang rindu.

Siapa bilang puisi ws rendra selalu panjang? Buktinya, puisi tentang cinta berjudul Permintaan ini cuma terdiri dari 4 baris. Pendekkan?

Puisi yang menceritakan tentang kerinduan ini memang terbilang singkat dan jadi tidak biasa untuk penikmat puisi W.S. Rendra. Tapi polanya masih tetap sama, bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti pembacanya.

Bahkan pesannya kerasa, walaupun kalimatnya sedikit!

13. Hai, Ma!

Hai, Ma! tersayang

Ma, bukan maut yang menggetarkan hatiku

tetapi hidup yang tidak hidup

karena kehilangan daya dan kehilangan fitrahnya

ada malam-malam aku menjalani lorong panjang

tanpa tujuan kemana-mana

hawa dingin masuk kebadanku yang hampa

padahal angin tidak ada

bintang-bintang menjadi kunang-kunang

yang lebih menekankan kehadiran kegelapan

tidak ada pikiran, tidak ada perasaan, tidak ada suatu apa

Hidup memang fana, Ma

tetapi keadaan tak berdaya membuat diriku tidak ada

kadang-kadang aku merasa terbuang ke belantara

dijauhi Ayah Bunda dan ditolak para tetangga

atau aku terlantar di pasar

aku bicara tetapi orang-orang tidak mendengar

mereka merobek-robek buku dan menertawakan cita-cita

aku marah, aku takut, aku gemetar

namun gagal menyusun bahasa

Hidup memang fana,Ma

itu gampang aku terima

tetapi duduk memeluk lutut sendirian di savana

membuat hidupku tak ada harganya

kadang-kadang aku merasa ditarik-tarik orang kesana kemari

mulut berbusa sekadar karena tertawa

hidup cemar oleh basa basi

dan orang-orang mengisi waktu dengan pertengkaran edan

yang tanpa persoalan

atau percintaan tanpa asmara

dan sanggama yang tidak selesai

Hidup memang fana tentu saja, Ma

tetapi akrobat pemikiran dan kepalsuan yang dikelola

mengacaukan isi perutku lalu

mendorong aku menjeri-jerit

sambil tak tahu kenapa

rasanya setelah mati berulang kali

Tak ada lagi yang mengagetkan dalam hidup ini

Tetapi Ma, setiap kali menyadari adanya kamu di dalam hidupku ini

aku merasa jalannya arus darah di sekujur tubuhku

Kelenjar-kelenjarku bekerja

sukmaku bernyanyi, dunia hadir

cicak di tembok berbunyi

tukang kebun kedengaran berbicara pada putranya

hidup menjadi nyata, fitrahku kembali

Mengingat kamu Ma, adalah mengingat kewajiban sehari-hari

kesederhanaan bahasa prosa, keindahan isi puisi

kita selalu asyik bertukar pikiran ya Ma?

masing-masing pihak punya cita-cita

masing-masing pihak punya kewajiban yang nyata

Hai Ma!

apakah kamu ingat

aku peluk kamu di atas perahu

ketika perutmu sakit dan aku tenangkan kamu

dengan ciuman-ciuman di lehermu?

Masyaallah..aku selalu kesengsem pada bau kulitmu

Ingatkah waktu itu aku berkata

kiamat boleh tiba, hidupku penuh makna

Hehehe waahh..aku memang tidak rugi ketemu kamu di hidup ini

dan apabila aku menulis sajak

aku juga merasa bahwa kemaren dan esok

adalah hari ini

Bencana dan keberuntungan sama saja

Langit di luar, langit di badan bersatu dalam jiwa

Sudah ya, Ma…

Ma yang dimaksudkan dalam puisi Hai Maini bukanlah untuk orangtua, melainkan seorang perempuan yang dicintai tokoh dalam puisi. Secara garis besar, puisi ini bercerita tentang tokoh utama yang menceritakan jatuh bangun kehidupannya kepada kekasihnya.

Kamu juga bisa membaca puisi tersebut dalam bukukumpulan puisinya yang berjudul Puisi-Puisi Cinta.Buku tersebut dibagi kedalam tiga bab berdasarkan masa penulisan tiap puisinya, yaitu Puber Pertama (1954-1958), Puber Kedua (1968-1977), dan Puber Ketiga (1992-2003).

Hai Ma sendiri termasuk dalam puisi Puber Ketiga. Makanya, kompleksitasnya lebih terlihat, dimana pembahasan tentang masalah kehidupan lebih banyak muncul dibanding romantisme ala kekasih sebagaimana biasa dilakukan pasangan muda.

14. Sajak Seonggok Jagung

Sajak Seonggok Jagung yang terkenal

Seonggok jagung dikamar

Dan seorang pemuda

Yang kurang sekolahan

Memandang jagung itu

Sang pemuda melihat ladang

Ia melihat petani

Ia melihat panen

Dan suatu hari subuh

Para wanita dengan gendongan

Pergi ke pasar

Dan ia juga melihat

Suatu pagi hari

Di dekat sumur

Gadis-gadis bercanda

Sambil menumbuk jagung

Menjadi maisena

Sedang di dalam dapur

Tungku-tungku menyala

Di dalam udara murni

Tercium bau kue jagung

Seonggok jagung dikamar

Dan seorang pemuda

Ia siap menggarap jagung

Ia melihat menggarap jagung

Ia melihat kemungkinan

Otak dan tangan

Siap bekerja

Tetapi ini :

Seonggok jagung dikamar

Dan seorang pemuda tamat S.L.A

Tak ada uang, tak bisa jadi mahasiswa

Hanya ada seonggok jagung dikamarnya

Ia memandang jagung itu

Dan ia melihat dirinya terlunta-lunta

Ia melihat dirinya ditendang dari discotheque

Ia melihat sepasang sepatu kenes

di balik etalase

Ia melihat sainganya naik sepeda motor

Ia melihat nomer-nomer lotere

Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal

Seonggok jagung ia di kamar

Tidak menyangkut pada akal

Tidak akan menolongnya

Seonggok jagung dikamar

Tak akan menolong seorang pemuda

Yang pandangan hidupnya berasal dari buku

Dan tidak dari kehidupan

Yang tidak terlatih dalam metode

Dan hanya penuh hafalan kesimpulan

Yang hanya terlatih sebagai pemakai

Tatapi kurang latihan bebas berkarya

Pendidikan telah memisahkanya dari kehidupanya

Aku bertanya :

Apakah gunanya pendidikan

Bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing

Di tengah kenyataan persoalanya??

Apakah gunanya pendidikan

Bila hanya mendorong seseorang

Menjadi layang-layang di ibukota

Kikuk pulang ke daerahnya??

Apakah gunanya seseorang

Belajar filsafat,teknologi,ilmu kedokteran,atau apa saja.

Ketika ia pulang ke daerahnya,lalu berkata :

“disini aku merasa asing dan sepi”

Kali ini, W.S. Rendra kembali bicara tentang pendidikan tanah air yang perlu dikritisi. Menurutnya, pendidikan hanyalah mengajarkan soal-soal, tanpa memberikan keterampilan dan kreatifitas hidup yang lebih dibutuhkan.

Pendidikan juga cuma menciptakan banyak pengangguran di ibukota, tanpa memberi solusi terhadap tiap lulusannya dalam bertahan hidup. Puisi ini jelas cocok untuk mengkritisi kurikulum pendidikan yang kurang memperhatikan aspek keterampilan dibanding pengetahuan.

15. Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang

Doa Seorang Serdadu Sebelum Berperang jaman dahulu

Tuhanku,

WajahMu membayang di kota terbakar

dan firmanMu terguris di atas ribuan

kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa

Tanah sepi kehilangan lelakinya

Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini

tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti

sempurnalah sudah warna dosa

dan mesiu kembali lagi bicara

Waktu itu, Tuhanku,

perkenankan aku membunuh

perkenankan aku menusukkan sangkurku

Malam dan wajahku

adalah satu warna

Dosa dan nafasku

adalah satu udara.

Tak ada lagi pilihan

kecuali menyadari

-biarpun bersama penyesalan-

Apa yang bisa diucapkan

oleh bibirku yang terjajah ?

Sementara kulihat kedua lengaMu yang capai

mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku

Erat-erat kugenggam senapanku

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku

Kalau kamu mau memahami bagaimana perasaan serdadu di medan perang, ada baiknya kamu menyimak puisi ws rendra satu ini. Menceritakan doa seorang serdadu sebelum berperang, puisi ini memberikan gambaran tentang pahitnya penderitaan akibat peperangan.

Dalam puisi tersebut digambarkan bahwa serdadu dalam puisi paham betul bahwa ia harus membunuh. Namun ia memohon ijin terlebih dulu sebelum melakukan kejahatan yang heroik tersebut. Ia juga paham, bahwa bukan kedamaian yang hadir akibat perang, melainkan suasana mencekam.

Jadi, banyak-banyak bersyukur ya, karena kita hidup dalam keadaan merdeka.

16. Hidup Itu Seperti UAP

Hidup Itu Seperti UAP

Hidup itu seperti UAP, yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap !! Ketika Orang memuji MILIKKU, aku berkata bahwa ini HANYA TITIPAN saja.

Bahwa mobilku adalah titipan-NYA,

Bahwa rumahku adalah titipan-NYA,

Bahwa hartaku adalah titipan-NYA,

Bahwa putra-putriku hanyalah titipan-NYA …

Tapi mengapa aku tidak pernah bertanya,

“MENGAPA DIA menitipkannya kepadaku?”

“UNTUK APA DIA menitipkan semuanya kepadaku?”

Dan kalau bukan milikku, apa yang seharusnya aku lakukan untuk milik-NYA ini?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-NYA?

Malahan ketika diminta kembali,

kusebut itu MUSIBAH,

kusebut itu UJIAN,

kusebut itu PETAKA,

kusebut itu apa saja …

Untuk melukiskan, bahwa semua itu adalah DERITA …

Ketika aku berdo’a, kuminta titipan yang cocok dengan KEBUTUHAN DUNIAWI,

Aku ingin lebih banyak HARTA,

Aku ingin lebih banyak MOBIL,

Aku ingin lebih banyak RUMAH,

Aku ingin lebih banyak POPULARITAS,

Dan kutolak SAKIT,

Kutolak KEMISKINAN,

Seolah semua DERITA adalah hukuman bagiku.

Seolah KEADILAN dan KASIH-NYA, harus berjalan seperti penyelesaian matematika dan sesuai dengan kehendakku.

Aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita itu menjauh dariku,

Dan nikmat dunia seharusnya kerap menghampiriku …

Betapa curangnya aku,

Kuperlakukan DIA seolah “Mitra Dagang” ku dan bukan sebagai “Kekasih”!

Kuminta DIA membalas “perlakuan baikku” dan menolak keputusan-NYA yang tidak sesuai dengan keinginanku …

Duh ALLAH …

Padahal setiap hari kuucapkan,

“Hidup dan Matiku, Hanyalah untuk-MU ya ALLAH, AMPUNI AKU, YA ALLAH …

Mulai hari ini, ajari aku agar menjadi pribadi yang selalu bersyukur dalam setiap keadaan dan menjadi bijaksana, mau

menuruti kehendakMU saja ya ALLAH …

Sebab aku yakin ENGKAU akan memberikan anugerah dalam hidupku …

KEHENDAKMU adalah yang ter BAIK bagiku ..Ketika aku ingin hidup KAYA, aku lupa, bahwa HIDUP itu sendiri adalah

sebuah KEKAYAAN.

Ketika aku berat utk MEMBERI, aku lupa, bahwa SEMUA yang aku miliki juga adalah PEMBERIAN.

Ketika aku ingin jadi yang TERKUAT, aku lupa, bahwa dalam KELEMAHAN,

Tuhan memberikan aku KEKUATAN.

Ketika aku takut Rugi,

Aku lupa, bahwa HIDUPKU adalah sebuah KEBERUNTUNGAN, kerana AnugerahNYA.

Ternyata hidup ini sangat indah, ketika kita selalu BERSYUKUR kepadaNYA

Bukan karena hari ini INDAH kita BAHAGIA. Tetapi karena kita BAHAGIA, maka hari ini menjadi INDAH.

Bukan karena tak ada RINTANGAN kita menjadi OPTIMIS. Tetapi karena kita OPTIMIS, RINTANGAN akan menjadi tak

terasa.

Bukan karena MUDAH kita YAKIN BISA. Tetapi karena kita YAKIN BISA,

semuanya menjadi MUDAH.

Bukan karena semua BAIK kita TERSENYUM. Tetapi karena kita TERSENYUM, maka semua menjadi BAIK.

Tak ada hari yang MENYULITKAN kita, kecuali kita SENDIRI yang membuat SULIT.

Bila kita tidak dapat menjadi jalan besar, cukuplah menjadi JALAN SETAPAK yang dapat dilalui orang.

Bila kita tidak dapat menjadi matahari, cukuplah menjadi LENTERA yang dapat menerangi sekitar kita.

Bila kita tidak dapat berbuat sesuatu untuk seseorang, maka BERDOALAH untuk kebaikan.

Puisi diatas merupakan puisi terakhir yang dituliskan W.S Rendra sebelumwafat. Kalau disimak, kamu akan menyadari bahwa pesan terakhir beliau memang sangat bijak dan perlu dibaca oleh semua orang.

Dalam puisinya, W.S. Rendra memberikan pesan bahwa hidup ini adalah suatu amanah dengan segala yang kita miliki adalah titipan Tuhan. Tidak ada yang perlu disombongkan. Ia juga menggambarkan bagaimana harusnya kita lebih banyak bersyukur dan taat kepada Tuhan selama hidup yang singkat ini.

Pesan yang dalam ini memang menimbulkan keharuan dihati pembacanya. Tapi kalau boleh, lebih dari sekedar terharu, harusnya kita juga ikut berubah menjadi pribadi yang lebih baik pastinya.

17. Sajak Pertemuan Mahasiswa

Sajak Pertemuan Mahasiswa baru

Matahari terbit pagi ini

Mencium bau kencing orok di kaki langit

Melihat kaki coklat menjalar ke lautan

Dan mendengar dengung lebah di dalam hutan,

Lalu kini ia dua penggalah tingginya

Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini memeriksa keadaan

Kita bertanya:

Kenapa maksud baik tidak selalu berguna

Kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga

Orang berkata “Kami adalah maksud baik”

Dan kita bertanya: ”Maksud baik untuk siapa?”

Ya! Ada yang jaya, ada yang terhina

Ada yang bersenjata, ada yang terluka

Ada yang duduk, ada yang diduduki

Ada yang berlimpah, ada yang terkuras

Dan kita di sini bertanya:

“Maksud baik saudara untuk siapa?”

“Saudara berdiri di pihak yang mana?”

Kenapa maksud baik dilakukan

Tetapi makin banyak petani yang kehilangan tanahnya

Tanah-tanah di gunung telah dimiliki orang-orang kota

Perkebunan yang luas

Hanya menguntungkan segolongan kecil saja

Alat-alat kemajuan yang diimpor

Tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya

Tentu kita bertanya: “Lantas maksud baik saudara untuk siapa?”

Sekarang matahari, semakin tinggi

Lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala

Dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya:

Kita ini dididik untuk memihak yang mana?

Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini

Akan menjadi alat pembebasan

Ataukah alat penindasan?

Sebentar lagi matahari akan tenggelam

Malam akan tiba. Cicak-cicak berbunyi di tembok

Dan rembulan akan berlayar

Tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda

Akan hidup di dalam bermimpi

Akan tumbuh di kebon belakang

Dan esok hari matahari akan terbit kembali

Sementara hari baru menjelma

Pertanyaan-pertanyaan kita menjadi hutan

Atau masuk ke sungai menjadi ombak di samodra

Di bawah matahari ini kita bertanya:

Ada yang menangis, ada yang mendera

Ada yang habis, ada yang mengikis

Dan maksud baik kita berdiri di pihak yang mana!

Seperti biasanya, W.S. Rendra senang sekali menyuarakan isu sosial melalui karyanya. Pada puisi diatas, ia

menyuarakan tentang pemuda dan mahasiswayang harus menyadari perannya sebagai calon generasi penerus untuk

peduli terhadap bagaimana situasi negara kita.

Melalui puisinya, W.S. Rendra mengajak anak muda untuk memperhatika kondisi rakyat dan kebijkakan-kebijakan yang harusnya memihak masyarakat kecil. Puisi ini pastinya cocok sekali kalau dibacakan dalam orasi mahasiswa.

Puisi ini juga menggambarkan sosok W.S. Rendra yang punya intelektual, sehingga mampu menggunakan media seni untuk berorasi. Keren banget kan.

18. Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu

Tuhan, Aku Cinta Pada-Mu

Aku lemas

tapi berdaya

Aku tak sambat rasa sakit

atau gatal.

Aku pengin makan tajin

Aku tidak pernah sesak napas

tapi tubuhku tidak memuaskan

untuk punya posisi yang ideal dan wajar.

Aku pengin membersihkan tubuhku

dari racun kimiawi.

Aku ingin kembali ke jalan alam

Aku ingin meningkatkan pengabdian kepada Allah.

Tuhan, aku cinta pada-Mu.

Selain merupakan contoh puisi religi dari W.S. Rendra, puisi ini juga punya cerita tersendiri. Pasalnya, W.S. Rendra menuliskannya di rumah sakit, menjelang akhir hayatnya.

Sisi religius W.S. Rendra sepertinya memang makin bertambah menjelang tutup usia. Terbukti dengan kepasrahan kepada Tuhan yang digambarkan dalam puisinya yang satu ini. Disini, kita bisa melihat bagaimana penyakit membuat seseorang merasa lelah menjalani hidup.

19. Kupanggil Namamu

Kupanggil Namamu dan kamu hampiri aku

Sambil menyeberangi sepi,

Kupanggili namamu, wanitaku

Apakah kau tak mendengar?

Malam yang berkeluh kesah

Memeluk jiwaku yang payah

Yang resah

Karena memberontak terhadap rumah

Memberontak terhadap adat yang latah

dan akhirnya tergoda cakrawala

Sia-sia kucari pancaran matamu

Ingin kuingat lagi bau tubuhmu yang kini sudah kulupa

Sia-sia

Tak ada yang bisa kucamkan

Sempurnalah kesepianku

Angin pemberontakan menyerang langit dan bumi

Dan duabelas ekor serigala

Muncul dari masa silamku

Merobek-robek hatiku yang celaka

Berulangkali kupanggil namamu

Dimanakah engkau wanitaku?

Apakah engkau sudah menjadi masa silamku?

Sepertinya bertema cinta, puisi ini sebenarnya justru bercerita tentang kehidupan sosial politik Indonesia.Puisi ws rendra diatas masuk ke dalam buku antologi puisinya yang berjudul Blues Untuk Bonnie.Kumpulan puisi tersebut diterbitkan tahun 1970an, sebagai bentuk kritik terhadap rezim Orde Baru.

Larik puisi tersebut yang berbunyi “karena memberontak terhadap rumah, memberontak terhadap adat yang latah” menggambarkan tentang pemberontakan Rendra terhadap pemerintah karena ketidak puasannya dalam melihat cara kerja mereka.

Kalimat “Sia-sia kucari pancaran matamu” mengartikan bahwa kemerdaan tampaknya tidak punya arti lagi, karena memang kebebasan rakyat pada masa itu ditunggangi oleh penguasa. Benar-benar keren ya, cara beliau menyindir pemerintah. Nggak beringas, melainkan berkelas.

20. Untuk Mamaku Tercinta

Untuk Mamaku Tercinta di sana

Mama yang tercinta

Akhirnya kutemukan juga jodohku

Seseorang bagai kau

Sederhana dalam tingkah dan bicara

Serta sangat menyayangiku

Mama

Burung dara jantan nakal yang sejak dulu kau pelihara

Kini terbang dan menemui jodohnya

Mama

Aku telah menemukan jodohku

Janganlah engkau cemburu

Hendaklah hatimu yang baik itu mengerti

Pada waktunya

Aku mesti kau lepas pergi

Satu lagi puisi yang juga dibawakan dalam film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, adalah puisi Untuk Mamaku Tercinta. Puisi ws rendra tersebut bercerita tentang bagaimana seorang anak lelaki yang akhirnya menemukan jodohnya dan meminta ibunya untuk memberi restu dan tidak cemburu.

Puisi ini cocok banget kamu kasih ke mamamu menjelang menikah, pasti dia terharu, seperti yang dialami ibunda Rosid dalam film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta tadi. Romantis bisa juga kok ke orangtua.

Itulah tadi kumpulan puisi ws rendra yang patut kamu simak. Selain nggak terlalu berat bahasanya, pesan yang disampaikan juga luar biasa dalamnya. Bisa juga jadi insirasi kamu untuk berkarya dibidang sastra. Selamat berpuisi ya!

Related

Reader Interactions

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Primary Sidebar

REKOMENDASI

Pengertian Pendidikan

pengertian wirausaha

Pengertian Wirausaha

pengertian variabel

Pengertian Variabel

pengertian tari dan contohnya

Pengertian Tari

pengertian toleransi adalah

Pengertian Toleransi

Copyright © 2019 Taldebrooklyn.com