Tanah Sunda memiliki berbagai hal yang menarik untuk dipelajari. Baik topik mengenai sejarah, budaya, pakaian adat, dan lain-lainnya. Kali ini kita akan membahas berbagai macam rumah adat Jawa Barat dan keunikan masing-masing.
Sebelumnya, kita akan ulas secara singkat tentang profil provinsi yang mayoritas dihuni oleh suku Sunda ini.
Jawa Barat merupakan bekas wilayah kerajaan Tarumanegara. Provinsi dengan luas lebih dari 35 km persegi ini beribukota di Bandung. Daerah ini juga merupakan salah satu lumbung padi nasional, sehingga kita bisa menemukan banyak area persawahan di Jawa Barat.
Jawa Barat memang telah mengalami kemajuan pesat dalam bidang ekonomi. Hal ini seiring dengan pertumbuhan kota-kota besar, baik di dalam wilayah Jawa Barat Sendiri, maupun pengaruh dari perkembangan daerah sekitar.
Rumah Adat Jawa Barat Dan Keterangannya
Terdapat 7 macam rumah adat di provinsi Jawa Barat. Meskipun wilayahnya dekat dengan kota-kota besar, kita masih bisa melihat beberapa rumah adat asli. Biasanya, rumah-rumah adat ini berada di kawasan pedesaan.
Membicarakan rumah adat, tentu kita juga perlu tahu tentang bangunan paling terkenal di Jawa Barat, yakni Keraton Kasepuhan. Di sinilah pusat Kasultanan Cirebon, serta sejarah Sunan Gunung Giri. Bangunan keraton ini menggambarkan seni arsitektur mewah asli Jawa Barat.
Untuk rumah adat Jawa Barat secara luas, terdapat 7 jenis bangunan. Umumnya, bahan dasar material bangunan adalah dari kayu, dan memanfaatkan kekayaan alam yang berada di sekitar. Bentuknya asri, sesuai dengan karakter khas masyarakat petani.
1. Rumah Adat Tagog Anjing
Rumah adat Jawa Barat yang satu ini bernama Tagog Anjing, karena berbentuk menyerupai seekor anjing yang sedang duduk. Bentuk dasarnya sedikit mirip dengan rumah panggung, hanya saja penyangganya tak terlalu tinggi.
Untuk naik ke rumah, biasanya dibuatkan golodog atau tangga yang terbuat dari bambu atau kayu. Biasanya, hanya ada sekitar tiga anak tangga. Golodog juga difungsikan untuk tempat membersihkan kaki sebelum masuk ke rumah.
Rumah Tagog Anjing dibentuk demikian karena biasanya dibuat di pinggir sawah atau ladang. Dengan posisi sedikit di atas tanah, rumah tak ikut basah saat sawah dialiri air. Fungsi rumah ini adalah untuk beristirahat sekaligus untuk menyimpan peralatan bercocok tanam.
Atap rumah ini dibuat segitiga. Bentuk bangunannya adalah kotak persegi panjang. Rumah adat ini juga memiliki teras yang dilindungi dari sinar matahari oleh sorondoy, atau atap yang menyambung.
Di era modern, kita masih bisa menemukan rumah adat Togog Anjing di daerah Garut. Namun, sekarang fungsinya lebih ke daya tarik wisata. Biasanya bentuk rumah ini dijadikan desain arsitektur untuk penginapan seperti villa, bungalow, dan lain-lain.
Baca juga: 5 Rumah Adat Kalimantan Timur (Seni Arsitektur Borneo)
2. Rumah Adat Badak Heuay
Rumah adat yang satu ini merupakan contoh lain penamaan berdasarkan kegiatan satwa. Badak Heuay artinya badak yang sedang menguap. Ciri khas rumah ini bentuk terasnya yang terbuka lebar dan atapnya yang besar.
Bentuk inilah yang mendasari namanya, karena gaya bangunannya seolah menirukan seekor badak yang sedang menguap dan membuka lebar-lebar mulutnya.
Kerangka dasar bangunan rumah adat Jawa Barat ini masih mirip dengan Tagog Anjing, yakni konsep rumah panggung. Namun, terdapat perbedaan dalam hal cara membuat dan menyusun atapnya.
Material yang digunakan untuk membangun rumah adat khas suku Sunda ini menggunakan bahan alami. Dindingnya biasa dibuat dari kayu, sedangkan atapnya dari genting tanah liat. Berkat bahan alami ini, suasana rumah menjadi sejuk dan asri.
Gaya arsitektur rumah adat Badak Heuay dapat ditemukan di daerah Sukabumi. Tak hanya sebagai rumah penduduk. Bentuk rumah adat ini juga digunakan untuk bangunan kantor-kantor pemerintahan.
3. Rumah Adat Julang Ngapak
Dari namanya, sangat terasa ciri khas penamaan Sunda, yakni berdasarkan kegiatan berbagai satwa. Julang Ngapak bermakna burung yang mengepakkan sayapnya. Nama ini berkorelasi dengan bentuk atapnya yang melebar bak burung yang sedang merentangkan sayap.
Ditambah lagi, atapnya dibuat dari ijuk, rumbia, atau alang-alang, yang diikat jadi satu dengan kerangka bambu. Hal ini menjadikan atapnya semakin mirip dengan sayap burung lengkap dengan aksen bulu-bulu yang menyelubunginya.
Tidak perlu khawatir, meskipun bahan-bahan untuk atapnya berupa helaian dedaunan, ternyata atap rumah adat ini tidak rawan bocor.
Karakteristik lain dari rumah ini adalah bubungannya yang menggunakan pelengkap pada bubungan yang berbentuk cagak gunting atau capit hurang.
Model rumah adat Jawa Barat yang satu ini cukup banyak digunakan oleh masyarakat Tasikmalaya. Tak hanya itu, bangunan di kampus ITB (Institut Teknologi Bandung), juga mengadaptasi gaya bangunan Julang Ngapak.
4. Rumah Adat Jolopong
Rumah adat yang satu ini memiliki desain arsitektur yang paling sederhana dibanding yang lain. Arti nama Jolopong adalah terkulai atau tergolek. Dinamai demikian karena atapnya yang bentuknya terkulai.
Karena rumah adat Jawa Barat yang satu ini memiliki desain paling mudah, maka Jolopong menjadi gaya rumah adat yang paling populer di Tanah Pasundan. Desain sederhana rumah adat ini disebut suhunan.
Selain karena desainnya yang simpel, rumah ini juga banyak diminati karena hemat material, tetapi memiliki hasil akhir yang kokoh. Peminat utama arsitektur tradisional Jawa Barat ini adalah masyarakat Garut.
Karakter khas yang dapat dilihat dari rumah Jolopong adalah atap yang memanjang dan membentuk pelana. Jika ujung atap di bagian tertentu ditarik, akan membentuk segitiga sama kaki. Rumah adat ini juga tergolong minim hiasan dan tambahan ornamen lain.
Pembagian denah ruangan rumah adat ini pun termasuk simpel. Hanya terdapat 4 jenis ruangan, yakni teras, ruang tengah, kamar, dan dapur.
Simak juga: 5 Rumah Adat Jawa Timur Yang Unik (Tak Hanya Joglo)
5. Rumah Adat Kasepuhan Cirebon
Sebelum memasuki area bangunan, di rumah Kasepuhan, kita akan lebih dulu bertemu gerbang utama yang disebut Kreteg Pangrawit. Kita juga bisa melewati pintu selatan, yang disebut Lawang Sanga.
Setelah melewati halaman pertama, kita akan melihat bangunan yang bernama Pancaratna. Pancaratna adalah bangunan pendopo berukuran 8×8 meter. Bangunan ini disangga 4 tiang dengan atap yang terbuat dari genteng.
Bangunan Pancaratna berfungsi sebagai tempat menghadap para pejabat. Di sebelah Pancaratna, kita dapat melihat bangunan lain bernama Pangrawit. Kemudian, kita akan bertemu dua gapura yang disebut Adi dan Benteng di halaman pertama.
Rumah adat Jawa Barat ini memang memiliki beberapa bagian bangunan terpisah, namun terpadu menjadi satu kesatuan. Area rumah yang juga merupakan keraton dan dibangun oleh Pangeran Cakrabuana pada tahun 1529 ini juga sangat luas.
Masih ada halaman kedua dengan pintu gerbang bernama Regol dan Lonceng. Pagar pembatas halaman kedua ini berupa dinding dari batu bata.
6. Rumah Adat Capit Gunting
Sesuai namanya, ciri khas rumah adat Jawa Barat yang satu ini adalah atapnya yang berbentuk seperti gunting, atau pisau silang, akibat desain menyilang pada bagian ujungnya. Bentuk yang mirip dengan aksen pada rumah adat Julang Ngapak.
Bentuknya memang tampak sederhana, namun tetap memiliki pesona. Bahkan, beberapa instansi pemerintah menggunakan desain rumah adat Capit Gunting sebagai desain bangunan kantor. Bangunan ini dapat dengan mudah ditemukan di wilayah Tasikmalaya.
Desain rumah adat ini cukup sederhana, dengan pembagian ruangan yang terdiri dari teras, ruang tengah, kamar, dan dapur. Bentuk umum denahnya adalah persegi atau persegi panjang yang memanjang ke arah belakang.
Untuk membentuk ujung atap atau undagi yang khas, masyarakat Jawa Barat biasanya menggunakan bambu yang lentur agar dapat dibentuk dan tampak indah.
Lihat juga: 5 Rumah Adat Kalimantan Barat (Budaya Arsitektur Dayak)
7. Rumah Adat Perahu Kemureb
Seperti rumah adat Capit Gunting, penamaan rumah adat Perahu Kemureb juga terinspirasi dari bentuk atapnya. Perahu Kemureb bermakna perahu yang terbalik. Bentuk atap rumah adat Jawa Barat yang satu ini memang mirip perahu yang terbalik.
Rumah adat tradisional khas Sunda ini memiliki 4 bagian utama. Bagian depan dan belakang berbentuk trapesium. Sedangkan, bagian kanan dan kirinya berbentuk segitiga sama kaki. Bentuk yang lebih sederhana dibanding desain atap rumah Jolopong.
Dua batang kayu digunakan untuk menghubungkan atap kanan dan kiri, sehingga jika dilihat dari depan, akan membentuk segitiga. Namun, ini juga menjadi kelemahan desain rumah adat ini. Saat musim penghujan, atap dengan bentuk seperti ini menjadi rawan bocor.
Karena kelemahan inilah, desain rumah ini jarang dipakai. Tetapi, kita masih bisa menjumpai bangunan ini, terutama di daerah Kampung Adat Kuta, Ciamis.
Masyarakat Sunda di Jawa Barat memiliki tendensi untuk membuat bangunan dengan desain simpel dan minimalis. Mereka juga terlihat menyukai efisiensi, namun tetap menjaga agar estetika tempat tinggal mereka menjadi seni dan warisan budaya bernilai tinggi.
Baca juga: 5 Jenis Rumah Adat Jawa Tengah (Sisa Warisan Tradisi)
Selain itu, sistem penamaan rumah adat Jawa Barat juga tergolong simpel dan imajinatif. Nama yang diambil dari aktivitas hewan, atau nama dari bentuk yang mirip. Biasanya, penamaan ini akan mengambil fokus dari bentuk atap.
Leave a Reply